Jumat, 27 September 2013

Ayunan Senja dan Kemunafikan

               Sesederhana itu memegang ayunan yang terhempas angin sore. Kesana kemari, terisi oleh kegembiraan berwarna senja. Betapa indahnya bila hidup seperti itu. Ikut terombang-ambing karena angin tetapi tetap bahagia isinya. Andai…kata sederhana itu hanya jadi kata yang tak berarti jika terus berdiam, tak berkata, tak melakukan kemajuan dan hanya termenung oleh kemenangan yang tertunda. Dorongan dari sang pemberi senyuman sedang sangat dibutuhkan saat itu. Dan datanglah angin sepoi penggembira. Dia mencoba mendorong ayunanmu kembali. Mulai membuatmu tersenyum hingga kalut akan kebahagiaan saat ayunan bergerak sangat kencang. Mudah memang, sesimple menulis ini. Tapi dalam kenyataannya? Entahlah, aku juga tak mau terlihat terlalu berundung pada kemunafikan.

               
               Berbicara tentang kemunafikan, akhir-akhir ini aku sedang dalam lingkaran hitam kemunafikan. Canggung, bingung dan tak betah bila bertemu dengan sang sumber kemunafikan. Penyebabnya memang hal sepele, persahabatan. Tapi untuk orang sepertiku yang memuja persahabatan, sahabat adalah segalanya—sekalipun terkadang aku egois dengan mereka, mereka tetap segalanya. Aku sebenarnya juga sudah muak dengan hal munafik ini, tapi mau bagaimana? Sang sumber kemunafikan berlagak sok polos dan tak merasa bersalah. Bingung juga. Jika terus mengalah, sampai kapaaaaan? Kesabaran bagiku ada batasnya, karena aku adalah pemula di bidang kehidupan cabang kesabaran. Semoga ada jalan atas semuanya. Karena aku bosan berlagak senang yang sebenarnya tidak J

3:20/27 September 2013