Sesederhana itu memegang ayunan yang terhempas angin sore.
Kesana kemari, terisi oleh kegembiraan berwarna senja. Betapa indahnya bila
hidup seperti itu. Ikut terombang-ambing karena angin tetapi tetap bahagia
isinya. Andai…kata sederhana itu hanya jadi kata yang tak berarti jika terus
berdiam, tak berkata, tak melakukan kemajuan dan hanya termenung oleh
kemenangan yang tertunda. Dorongan dari sang pemberi senyuman sedang sangat
dibutuhkan saat itu. Dan datanglah angin sepoi penggembira. Dia mencoba mendorong
ayunanmu kembali. Mulai membuatmu tersenyum hingga kalut akan kebahagiaan saat
ayunan bergerak sangat kencang. Mudah memang, sesimple menulis ini. Tapi dalam
kenyataannya? Entahlah, aku juga tak mau terlihat terlalu berundung pada
kemunafikan.
Berbicara
tentang kemunafikan, akhir-akhir ini aku sedang dalam lingkaran hitam
kemunafikan. Canggung, bingung dan tak betah bila bertemu dengan sang sumber
kemunafikan. Penyebabnya memang hal sepele, persahabatan. Tapi untuk orang
sepertiku yang memuja persahabatan, sahabat adalah segalanya—sekalipun
terkadang aku egois dengan mereka, mereka tetap segalanya. Aku sebenarnya juga
sudah muak dengan hal munafik ini, tapi mau bagaimana? Sang sumber kemunafikan
berlagak sok polos dan tak merasa bersalah. Bingung juga. Jika terus mengalah,
sampai kapaaaaan? Kesabaran bagiku ada batasnya, karena aku adalah pemula di
bidang kehidupan cabang kesabaran. Semoga ada jalan atas semuanya. Karena aku
bosan berlagak senang yang sebenarnya tidak J
3:20/27 September 2013