Saat berjalan dan terhenti karena melihat setapak yang
licin, berliku dan penuh lubang, di kepalaku timbul banyak tanya. Bagaimana aku
bisa melewati semua itu hanya dengan sebelah sayap? Kemudian kusapukan
pandangan ke sekeliling, tepat di siku jalan kulihat sesosok Bidadari. Ya, Bidadari
tak bersayap. Dia sangat bersinar dengan wajah yang teduh bagai pohon yang
sejuk saat siang hari. Melihatku terhenti, dia mendekat. “Wahai anak muda,
sedang apakah kau di sini? Mengapa tak teruskan perjalananmu?” oh ternyata aku
salah, dia sepertinya tak lagi muda. Aah tapi apalah arti umur jika sesosok Bidadari
itu tetaplah cantik? “Selamat siang, Bidadari. Aku terhenti di sini karena tak
tahu harus ke mana lagi, kau bisa lihat, salah satu sayapku telah patah. Dan
orang-orang yang mematahkannya telah…pergi. Sumber kebahagiaankupun tak ada
lagi, aku bingung,” raungku dengan wajah memelas. “Hai Peri Kecil yang jelita,
janganlah engkau patah semangat, kau masih muda, jalanmu juga masih panjang,”
katanya sambil memelukku dari samping. “Jalanku benar masih panjang, tapi tak
terlihat secerca cahayapun di depan. Cahaya adalah satu-satunya petunjuk dan
tujuanku, Bidadari,” kataku menyanggah. “Jika aku mengembalikan cahayamu dan
merangkai sayapmu kembali, apa kau janji akan teruskan jalanmu?” tanyanya
padaku. “Demi apapun jika itu terjadi, tak akan aku berhenti di sini, akan aku
teruskan ke arah tujuanku,” kataku dengan mata berbinar karena mulai terlihat
secerca harapan. “Berikan patahan sayapmu!” perintahnya. Aku pun mengeluarkan
kotak angan dan membukanya. Terlihatlah serpihan sayap putih yang sangat
mengenaskan. Aku melihat mata Bidadari itu mulai iba. Diapun mengambil kotak
anganku.
“Wahai
Sang Pemberi Kehidupan, izinkanlah hamba membantu Peri Kecil hamba untuk
mencapai langit tertinggi yang Kau gariskan untuknya,” Bidadari itu menengadah
dan tiba-tiba serpihan sayapku terbang melayang dari kotak anganku. Aku
terkejut. Namun Bidadari itu menoleh dan berkata sambil tersenyum,”Tenanglah
dan lihatlah,”. “Kuperbaiki sayapmu dengan rajutan benang kasih, tempelan
kekuatan angan, rayuan semangat menuju langit tertinggi dan jiwa Bidadari tak
bersayap yang siap mendampingimu,” seketika sayapku kembali utuh dan menempel
di punggungku. Aku kembali terkejut. Bukan hanya itu, sayapku juga semakin
indah, banyak kerlap-kerlip ungu berterbangan di sekitar sayapku. Menangislah
aku dalam pelukan Bidadari tersebut. “Wahai Bidadari, siapakah engkau? Dan ke
mana pula sayapmu?” tanyaku sambil menyeka air mata penuh haru. “Aku adalah
sesosok Bidadari yang Tuhan kirimkan untukmu. Sayap? Aku tak perlu sayap untuk
terbang. Karena aku telah menemukan Peri Kecilku yang akan membantuku menuju
langit tertinggi,” setelah berkata demikian, Bidadari itu kembali memelukku.
“Lihatlah ke depan,” katanya sambil tersenyum bahagia. Bidadari itu melambaikan
tangan ke depan dan mulai terlihat sebuah…bulatan. Semakin lama semakin
membesar dan ternyata itu cahayaku. Tanpa pikir panjang, aku langsung
menggandenganya dan terbang mendekati cahaya itu. Cahaya itu benar masih jauh,
namun aku tak perlu takut lagi, telah ada penjaga di sisiku. Ya, Bidadari tanpa
sayap itu ;)
18:46/ 15-Januari-2014