Jika
kalian sedang dalam kesakitan, apa yang kalian pilih? Kesakitan nyata berujung
atau…kesakitan gamblang yang tak berujung? Percayalah aku telah melalui dua hal
itu dalam hitungan 3 tahun ini. Mengenaskan? Tidak seberapa, malah aku
beranggapan aku adalah seseorang paling kuat di antara anak seusiaku
lainnya—aku mengabaikan masalah mereka. Dewasa? Itu kata atau sikap wajib yang
telah dimiliki setelah semua berlalu walau masih ada yang mengatakanku
manja—aku sangat tidak setuju dengan mereka tapi terkadang kupikir itu wajar,
siapa yang bisa menjamin remaja 16 tahun yang rentan dengan emosinya dan masih
dalam asuhan orang tuanya adalah sesorang yang telah dewasa?. Aku tidak pernah
berpikir memiliki perjalanan rumit ini. Ketidak pastian ada bersamaku saat ini
tapi aku sedang mencoba mengakhirinya. Dengan jalan menerima semua dan kembali
pada seorang sahabat lama—aku baru menyadari bahwa hanya kepadanya semua terasa
jujur. Dia adalah orang ke-3 yang memahamiku setelah mama dan aku. Mungkin
sekarang kalian bingung kenapa aku meletakkan diriku pada urutan kedua. Hei,
tapi itu memang benar terjadi, bung. Beliau lebih memahamiku daripada diriku
sendiri, aku pikir itu bukan sesuatu yang aneh jika kalian memiliki hubungan
yang sangat-sangat dekat dengan seseorang, kan? Kalian masih bingung? Oke aku
tahu kebingungan kedua kalian, kenapa aku tidak kembali pada beliau saja, kan?
Kalian salah, seseorang yang memahami kita bukan berarti seseorang yang harus
kita jadikan pelarian akhir. Apalagi posisi sebagai orang tua agak membatasi
peran itu. Percayalah, aku bukan tipe remaja yang…bisa menceritakan masalah
“remaja” pada orang tuaku. Aku takut salah bertindak, lebih tepatnya…malu—ini
masalah remaja juga.
20:47
28/10/2013